Dalam konsep Islam, Tuhan disebut Allah dan
diyakini sebagai Zat Maha Tinggi Yang Nyata dan Esa, Pencipta Yang Maha
Kuat dan Maha Tahu, Yang Abadi, Penentu Takdir, dan Hakim bagi semesta alam.
Islam menitik beratkan
konseptualisasi Tuhan sebagai Yang Tunggal dan Maha Kuasa (tauhid).Dia
itu wahid dan Esa (ahad), Maha Pengasih dan Maha
Kuasa.Menurut Al-Quran terdapat 99 Nama Allah (asma'ul
husna artinya: "nama-nama yang paling baik") yang
mengingatkan setiap sifat-sifat Tuhan yang berbeda. Semua nama tersebut
mengacu pada Allah, nama Tuhan Maha Tinggi dan Maha Luas. Di antara 99
nama Allah tersebut, yang paling terkenal dan paling sering digunakan adalah
"Maha Pengasih" (ar-rahman) dan "Maha Penyayang" (ar-rahim).
Penciptaan dan penguasaan alam
semesta dideskripsikan sebagai suatu tindakan kemurahhatian yang paling utama
untuk semua ciptaan yang memuji keagungan-Nya dan menjadi saksi atas keesan-Nya
dan kuasa-Nya. Menurut ajaran Islam, Tuhan muncul dimana pun tanpa harus
menjelma dalam bentuk apa pun.Al-Quran menjelaskan, "Dia tidak dapat
dicapai oleh penglihatan mata, sedang Dia dapat melihat segala yang kelihatan;
dan Dialah Yang Maha Halus lagi Maha Mengetahui." (Al-'An'am 6:103).
Tuhan dalam Islam tidak hanya Maha
Agung dan Maha Kuasa, namun juga Tuhan yang personal: Menurut Al-Quran, Dia
lebih dekat pada manusia daripada urat nadi manusia.
Dia menjawab bagi yang membutuhkan dan memohon pertolongan jika mereka berdoa
pada-Nya. Di atas itu semua, Dia memandu manusia pada jalan yang lurus, “jalan
yang diridhai-Nya.”
Islam mengajarkan bahwa Tuhan dalam
konsep Islam merupakan Tuhan sama yang disembah oleh kelompok agama Abrahamik lainnya
seperti Kristendan Yahudi. Namun, hal ini tidak diterima secara universal oleh
kalangan kedua agama tersebut.
Beberapa teori mencoba menganalisa
etimologi dari kata "Allah". Salah satunya mengatakan bahwa kata
Allāh (الله) berasal dari gabungan dari kata al- (sang) dan ʾilāh (tuhan)
sehingga berarti "Sang Tuhan". Namun teori ini menyalahi bahasa dan
kaidah bahasa Arab. Bentuk ma'rifat (definitif) dari ilah adalah al-ilah, bukan
Allah. Dengan demikian kata al-ilah dikenal dalam bahasa Arab. Penggunaan kata
tersebut misalnya oleh Abul A'la al-Maududi dalam Mushthalahatul Arba'ah fil
Qur'an (h. 13) dan Syaikh Abdul Qadir Syaibah Hamad dalam al-Adyan wal Furuq
wal Dzahibul Mu'ashirah (h. 54).
Kedua penulis tersebut bukannya
menggunakan kata Allah, melainkan al-ilah sebagai bentuk ma'rifat dari ilah.
Dalam bahasa Arab pun dikenal kaidah, setiap isim (kata benda atau kata sifat)
nakiroh (umum) yang mempunyai bentuk mutsanna (dua) dan jamak, maka isim
ma'rifat kata itupun mempunyai bentuk mutsanna dan jamak. Hal ini tidak berlaku
untuk kata Allah, kata ini tidak mempunyai bentuk ma'rifat mutsanna dan jamak.
Sedangkan kata ilah mempunyai bentuk ma'rifat baik mutsanna (yaitu al-ilahani
atau al-ilahaini) maupun jamak (yaitu al-alihah). Dengan demikian kata al-ilah
dan Allah adalah dua kata yang berlainan.
Teori lain mengatakan kata ini
berasal dari kata bahasa Aram Alāhā. Cendekiawan muslim kadang-kadang
menerjemahkan Allah menjadi "God" dalam bahasa Inggris. Namun,
sebagian yang lain mengatakan bahwa Allah tidak untuk diterjemahkan, dengan
berargumen bahwa kata tersebut khusus dan agung sehingga mesti dijaga, tidak
memiliki bentuk jamak dan gender (berbeda dengan God yang memiliki bentuk jamak
Gods dan bentuk feminin Goddess dalam bahasa inggris). Isu ini menjadi penting
dalam upaya penerjemahan Al-Qur'an.
Wujud dan keberadaan allah
Para salafush sholeh atau tiga
generasi Muslim awal dan terbaik, meyakini bahwa Allah memiliki wajah,tangan
dan kaki,hanya saja hal-hal tersebut sangatlah berbeda dengan makhluk ciptaan-Nya.Kemudian
mereka meyakini pula Allah berada di atas 'Arsy dan tidak ada satu pun dari makhluk
yang serupa dengan-Nya.
Syaikh Muhammad bin Shalih
Al-‘Utsaimin menjelaskan: “Wajah (Allah) merupakan sifat yang terbukti
keberadaannya berdasarkan dalil al-kitab, as-sunnah dan kesepakatan ulama
salaf.” Ia menyebutkan ayat ke-27 dalam surah Ar-Rahman. Ia menjelaskan di
dalam kitabnya yang lain: “Nash-nash yang menetapkan wajah dari al-kitab dan
as-sunnah tidak terhitung banyaknya, semuanya menolak ta’wil kaum Mu'tazilah
yang menafsirkan wajah dengan arah, pahala atau dzat.
Konsep tentang allah.
Konsep ketuhanan dalam Islam
digolongkan menjadi dua: konsep ketuhanan yang berdasar Al-Quran dan hadis
secara harafiah dengan sedikit spekulasi sehingga banyak pakar ulama bidang
akidah yang menyepakatinya, dan konsep ketuhanan yang bersifat spekulasi
berdasarkan penafsiran mandalam yang bersifat spekulatif, filosofis, bahkan
mistis.
Sifat Tuhan
Al-Qur'an merujuk sifat Tuhan ada
pada asma'ul husna (lihat QS. Al-A'raf 7:180, Al-Isra' 17:110, Ta Ha [20]:8,
Al-Hasyr 59:24). Menurut Gerhard Böwering, "Nama-nama tersebut menurut
tradisi dijumlahkan 99 sebagai nama tertinggi (al-ism al-aʿẓam), nama tertinggi
Tuhan, Allāh. Perintah untuk menyeru nama-nama Tuhan dalam sastra tafsir Qurʾān
ada dalam Surah Al-Isra' ayat 110, "Katakanlah: "Serulah Allah atau
serulah Ar-Rahman. Dengan nama yang mana saja kamu seru, Dia mempunyai asma'ul
husna (nama-nama yang terbaik)," dan juga Surah Al-Hasyr ayat 22-24, yang
mencakup lebih dari selusin nama Tuhan."
Sesungguhnya sifat-sifat Allah yang
mulia tidak terbatas/terhingga. Di antaranya juga tercantum dalam Asma'ul
Husna. Sebagian ulama merumuskan 20 Sifat Allah yang wajib dipahami dan diimani
oleh umat Islam di antaranya:
1. Wujud (ada) dan mustahil Allah
itu tidak ada (adam).
“Sesungguhnya Tuhan kamu ialah Allah
yang telah menciptakan langit dan bumi dalam enam masa, lalu Dia bersemayam di
atas Arsy. Dia menutupkan malam kepada siang yang mengikutinya dengan cepat,
dan (diciptakan-Nya pula) matahari, bulan dan bintang-bintang (masing-masing)
tunduk kepada perintah-Nya. Ingatlah, menciptakan dan memerintah hanyalah hak
Allah. Maha Suci Allah, Tuhan semesta alam. ”(Al
A'raf 7:54)
2. Qidam (terdahulu) dan mustahil
Allah itu huduts (baru).
“ Dialah
Yang Awal… ”(Al Hadid 57:3)
3. Baqo’ (kekal) dan mustahil Allah
itu fana’ (binasa). Allah sebagai Tuhan Semesta Alam akan hidup terus menerus.
Kekal abadi mengurus makhluk ciptaan-Nya. Jika Tuhan itu fana’ atau mati,
bagaimana nasib ciptaan-Nya seperti manusia?
“...dan bertawakkallah kepada Allah
Yang Hidup (Kekal) Yang tidak mati…”
(Al Furqan 25:58)
4. Mukhollafatuhu lil hawaadits
(tidak serupa dengan makhluk-Nya) dan mustahil Allah itu sama dengan
makhluk-Nya (mumaatsalaatuhu lil hawaadits).
“Tidak ada sesuatupun yang serupa
dengan Dia…” (Asy-Syura 42:11)
5. Qiyamuhu binafsihi (berdiri
dengan sendirinya) dan mustahil Allah itu qiyamuhu bi ghairihi (berdiri-Nya
dengan yang lain).
“…Sesungguhnya Allah benar-benar
Maha Kaya (tidak memerlukan sesuatu) dari alam semesta.” (Al ‘Ankabut 29:6)
6. Wahdaaniyah (Esa atau Satu) dan
mustahil Allah itu banyak (ta’addud) misalnya 2, 3, 4, dan seterusnya. Allah
itu Maha Kuasa.
“Allah sekali-kali tidak mempunyai
anak, dan sekali-kali tidak ada tuhan yang lain beserta-Nya. Kalau ada tuhan
beserta-Nya, masing-masing tuhan itu akan membawa makhluk yang diciptakannya,
dan sebagian dari tuhan-tuhan itu akan mengalahkan sebagian yang lain. Maha
Suci Allah dari apa yang mereka sifatkan itu. ”
(Al Mu’minun 23:91)
“Katakanlah, "Dia-lah Allah,
Yang Maha Esa. Allah adalah Tuhan yang bergantung kepada-Nya segala sesuatu.
Dia tidak beranak dan tidak diperanakkan, dan tidak ada seorangpun yang setara
dengan Dia." (Al Ikhlas 112:1-4)
7. Qudrat (Kuasa) dan mustahil Allah
itu ‘ajaz (lemah). Jikalau Allah itu lemah, tentu saja makhluk ciptaan-Nya
dapat mengalahkan-Nya.
“Jika Dia kehendaki, niscaya Dia
musnahkan kamu dan mendatangkan makhluk baru (untuk menggantikan kamu), dan
yang demikian tidak sulit bagi Allah.” (Fathir 35:16-17)
8. Ilmu (Mengetahui) dan mustahil
Allah itu jahal (bodoh). Allah Maha Mengetahui segala sesuatu, karena Dialah
yang menciptakan-Nya.
“…dan pada sisi Allah-lah
kunci-kunci semua yang ghaib; tidak ada yang mengetahuinya kecuali Dia sendiri,
dan Dia mengetahui apa yang di daratan dan di lautan, dan tiada sehelai daun
pun yang gugur melainkan Dia mengetahuinya…” (Al An'am 6:59)
9. Hayat (Hidup) dan mustahil Allah
itu maut (mati). Hidupnya Allah tidak seperti hidupnya manusia. Manusia
dihidupkan oleh Allah yang kemudian akan mati, sedangkan Allah tidak akan mati.
Ia akan hidup terus selama-lamanya.
“...dan bertawakkallah kepada Allah
Yang Hidup (Kekal) Yang tidak mati…”
(Al Furqan 25:58)
10. Sama’ (mendengar) dan mustahil
Allah bersifat shomam (tuli).
“…Allah Maha Mendengar lagi Maha
Mengetahui” (Al Baqarah 2:256)
11. Bashar (melihat) dan mustahil
Allah bersifat ‘Amaa (buta).
“Sesungguhnya Allah mengetahui apa
yang ghaib di langit dan bumi, dan Allah Maha Melihat apa yang kamu kerjakan.”
0 komentar:
Post a Comment